JUAL BELI DALAM PRINSIP DAN PRAKTIK EKONOMI ISLAM (Pengertian Mu’āmalah, Prinsip dan Praktik Jual-Beli)

Hai, Assalamualaikum kawan-kawan dan sahabat PandaiBelajar! Dalam pembahasan kali ini kami akan mengangkat materi tentang Jual Beli yang berjudul: Jual Beli dalam Prinsip dan Praktik Ekonomi Islam. Dalam pembahasan kali ini ada beberapa subbagian yang akan dibahas yaitu, Pengertian Mu’āmalah, Pengertian Jual Beli, Prinsip dan Praktik Jual Beli, Syarat Jual Beli, Khiyar, Macam-macam Khiyar, Pengertian Khiyar, Riba, Pengertian Riba, dan Macam-macam Riba. Mari kita langsung saja baca pembahasan di bawah ini dengan seksama!

www.pandaibelajar.com


JUAL BELI DALAM PRINSIP DAN PRAKTIK EKONOMI ISLAM 

A. Pengertian Mu’āmalah

  Mu’āmalah di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya adalah hal-hal yang termasuk urusan kemasyarakatan seperti pergaulan di sekitar masyarakat dan juga perdata, dan sebagainya. Sementara pengertian Mu’āmalah dalam ilmu fiqih Islam adalah proses terjadinya tukar menukar barang atau sesuatu yang akan memberi manfaat dengan cara yang ditempuh oleh yang bersedia melakukan tukar menukar dengan keikhlasan antara keduanya, seperti jual-beli, sewamenyewa, memberikan upah atau upah-mengupah, saling pinjam meminjam, urusan bercocok tanam, berserikat, dan usaha lain sebagainya. Dalam melakukan transaksi ekonomi, seperti jual-beli, sewa-menyewa, utang-piutang, dan pinjam-meminjam, Islam melarang beberapa hal di dalam kegiatan Mu’āmalah ini di antaranya adalah sebagai berikut.

1. Tidak diperkenankan menggunakan suatu cara-cara yang batil.
2. Tidak diperkenankan melakukan kegiatan-kegiatan yang menimbulkan riba.
3. Tidak diperkenankan melakukan tukar menukar dengan cara-cara ẓālim (aniaya).
4. Tidak diperkenankan mempermainkan takaran, timbangan, kualitas, dan kehalalan.
5. Tidak diperkenankan melakukan kegiatan tukar menukar dengan cara-cara spekulatif atau berjudi.

6. Tidak diperkenankan melakukan kegiatan transaksi jual-beli barang yang diharamkan oleh agama.

B. Prinsip dan Praktik Jual-Beli

  Arti dari jual beli menurut syariat agama adalah kesepakatan tukar-menukar benda anatara kedua orang yaitu penjual dan pembeli untuk memiliki benda tersebut selamanya. Melakukan transaksi atau jual-beli ini dibenarkan di dalam firman Allah Swt. yang artinya adalah berikut ini. 

Artinya: ...dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba... (Q.S. al-Baqarah/2: 275).

  Apabila proses terjadinya transaksi atau disebut juga dengan jual-beli itu menyangkut suatu barang yang sangat besar atau lumayan besar nilainya, dan agar tidak terjadi kekurangan di kemudian hari, al-Qur’ãn memberikan saran atau menganjurkan agar dicatat, dan ada saksi yang terlibat dalam proses jual beli tersebut. Penjelasan tentang ini terdapat pada Q.S. al-Baqarah/2: 282.

a. Syarat-syarat jual-beli
  
Syarat-syarat sah yang telah ditetapkan dalam Islam tentang proses transaksi atau jual-beli adalah sebagai berikut.
1. Syarat Penjual dan pembelinya:
  • Harus telah melewati masa kanak-kanak (ballig)
  • dan juga haruslah berakal sehat,
  • Tidak ada keterpaksaan atau atas kehendak sendiri.

2. Syarat Uang dan barangnya:
  • Haruslah barang yang halal dan suci. Haram menjual arak dan bangkai, dan juga babi dan berhala, termasuk lemak bangkai babi.
  • Haruslah memiliki nilai manfaat bagi pembeli. Karena membeli barang-barang yang tidak bermanfaat bagi seorang pembeli sama saja halnya dengan menyia-nyiakan harta sendiri atau pemborosan. Hal ini dijelaskan dalam firman Allah Swt yang artinya: Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (Q.S. al-Isrā’/17: 27)
  • Keadaan barang dapat diserahterimakan dengan baik. Tidak sah dan tidak diperbolehkan menjual barang yang tidak dapat diserahterimakan atau terlihat secara fisik dan kondisi barang tersebut saat akan diserahterimakan. Contohnya, menjual ikan yang masih berada di dalam laut atau barang yang sedang dijadikan jaminan, semua hal itu sangat memungkinkan mengandung tipu daya yang merugikan pembeli.
  • Keadaan barang baik dan diketahui oleh penjual dan pembeli.
  • Barang milik sendiri, sabda Rasulullah saw. Tak akan sah jual-beli melainkan atas barang yang dimiliki. (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).

3. Ijab Qobul
  Ijab qobul haruslah dilakukan antara kedua orang yang bertransaksi atau saat melakukan jual beli. Contohnya seperti pernyataan penjual, Saya jual barang ini dengan harga sekian. Lalu setelah itu pembeli setuju dan menjawab, Baiklah saya beli. Dengan terlaksananya proses tersebut atau yang disebut dengan proses ijab qobul, berarti jual-beli tersebut telah berlangsung atas dasar suka sama suka. Rasulullah saw. bersabda, Sesungguhnya jual-beli itu hanya sah jika suka sama suka. (HR. Ibnu Hibban).

b. Khiyār

1. Pengertian Khiyār
  Arti dari kata Khiyār adalah bebas memutuskan antara meneruskan proses jual-beli menuju transaksi anatara kedua belah pihak yang sah atau membatalkannya. Dalam proses pelaksanaan jual beli atau transaksi, Islam memperbolehkan seorang pembeli atau penjual melakukan khiyār karena pelaksanaan proses jual-beli diharuskan atas dasar suka sama suka antara kedua belah pihak, tanpa ada unsur paksaan sedikit pun di dalamnya. Penjual memiliki hak untuk  mempertahankan harga barang dagangannya, sebaliknya, pembeli juga memiliki hak untuk  menawar atas dasar kualitas barang yang dia yakini. Rasulullah saw. bersabda, Penjual dan pembeli tetap dalam khiyar selama keduanya belum berpisah. Apabila keduanya berlaku benar dan suka menerangkan keadaan (barang)nya, maka jual-belinya akan memberkahi keduanya. Apabila keduanya menyembunyikan keadaan sesungguhnya serta berlaku dusta, maka dihapus keberkahan jual-belinya. (HR. Bukhari dan Muslim). 

2. Macam-Macam Khiyār
  • Khiyār Majelis, adalah keadaan di mana penjual dan pembeli masih berada di tempat proses berlangsungnya transaksi/tawar-menawar dan ijab qobul, keduanya berhak memutuskan untuk meneruskan atau membatalkan proses jual-beli yang dilakukan tersebut. Rasulullah Saw. bersabda, Dua orang yang berjual-beli, boleh memilih akan meneruskan atau tidak selama keduanya belum berpisah. (HR. Bukhari dan Muslim).
  • Khiyār Syarat, adalah khiyar yang dijadikan syarat dalam proses terjadinya tawar menwar atau jual-beli. Misalnya penjual mengatakan tentang proses jual beli yang berbatas waktu seperti, Saya akan jual barang ini dengan harga yang telah saya tentukan yaitu sekian dengan syarat khiyar dalam tiga hari. Maksud dari kalimat di atas adalah sang penjual memberikan batas waktu kepada sang pembeli untuk memutuskan jadi tidaknya proses pembelian barang tersebut dalam waktu tiga hari. Apabila pembeli setuju dengan hal tersebut, maka status barang tersebut sementara waktu atau dalam masa khiyār tidak ada atau tidak memiliki pemilik yang sah. Artinya, seorang penjual tidak berhak menawarkan kepada orang lain karena telah setuju dengan Khiyar yang dilakukan antara keduanya. Namun, apabila akhirnya pembeli memutuskan untuk tidak jadi membeli barang tersebut, maka barang tersebut menjadi hak penjualnya kembali. Rasulullah saw. bersabda kepada seorang lelaki, Engkau boleh khiyār pada segala barang yang engkau beli selama tiga hari tiga malam. (HR. Baihaqi dan Ibnu Majah).
  • Khiyār Aibi (cacat), adalah pembeli memilki hal untuk mengembalikan barang yang dibelinya jika terdapat cacat yang dapat mengurangi kualitas atau nilai barang tersebut, namun hendaknya dilakukan dengan cara yang sesegera mungkin.

c. Riba

1. Pengertian Ribā
  Ribā adalah bunga dari uang atau nilai lebih atas penukaran barang atau proses transaksi. Hal ini sering sekali terjadi dalam pertukaran atau transaksi bahan makanan, perak, emas, dan pinjam-meminjam. Apapun jenis Ribā, di dalam syariat Islam Riba hukumnya haram. Sanksi untuk hukum yang ditetapkannya juga sangat berat. Diterangkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan bahwa, Rasulullah mengutuk orang yang mengambil ribā, orang yang mewakilkan, orang yang mencatat, dan orang yang menyaksikannya. (HR. Muslim). Dengan hal tersebut, setiap orang yang terlibat dalam perlakuan riba sekalipun hanya sebagai saksi, akan tetapi tetap terkena dosanya juga. Untuk menghindari riba, apabila mengadakan jual-beli barang sejenis seperti emas dengan emas atau perak dengan perak ditetapkan syarat-syarat sebagai berikut.

a) Sama timbangan ukurannya,
b) Dilakukan secara serah terima saat itu juga,
c) Dilakukan secara tunai.

 Apabila dalam proses pelaksanaan serah terima tidak sama jenisnya, seperti emas dan perak boleh berbeda takarannya, akan tetapi tetap harus secara tunai dan diserahterimakan pada saat itu juga. Kecuali barang yang berlainan jenis dengan perbedaan yang cukup mencolok, seperti perak dan beras, dapat berlaku ketentuan jual-beli sebagaimana barang-barang yang lain.

2) Macam-Macam Ribā
  • Ribā Faḍli, adalah sutu proses pertukaran barang sejenis yang tidak sama timbangannya. Misalnya, cincin emas 21 karat seberat 11 gram ditukarkan dengan emas 21 karat namun emas tersebut seberat 13 gram. Kelebihan gram dalam emas tersebutlah yang termasuk riba.
  • Ribā Qorḍi, adalah proses pinjam meminjam dengan suatu syarat harus memberi kelebihan saat akan mengembalikannya. 
  • Ribā Yādi, adalah proses akad dalam melakukan jual-beli barang sejenis dan sama timbangannya, namun penjual dan pembeli berpisah sebelum melakukan serah terima. Seperti penjualan singkong, ketela, wortel yang masih di dalam tanah dan belum jelas keberadaannya.
  • Ribā Nasi'ah, adalah proses akad dalam pelaksanaan jual-beli dengan penyerahan barang beberapa waktu kemudian. Misalnya, membeli mangga yang masih kecil-kecil di pohonnya, kemudian diserahkan setelah besar-besar atau setelah layak dipetik. Hal tersebut termasuk riba.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »