Showing posts with label PKN. Show all posts
Showing posts with label PKN. Show all posts

Alur Penyelesaian Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia

Halo, sahabat Pandai Belajar! Semoga sahabat Pandai Belajar semua selalu dalam keadaan sehat. 

Kali ini kita akan membahas tentang Hak Asasi Manusia. Pada praktiknya, proses penyelenggaraan nilai-nilai atau hak asasi manusia ini terkadang tidak berjalan sesuai dengan teorinya. Buktinya, banyak sekali pelanggaran Hak Asasi Manusia, bahkan di negara demokrasi sekalipun. Maka dari itu, diciptakanlah sebuah alur atau proses penyelesaian kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia. Penasaran apa saja dan bagaimana Alur Penyelesaian Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia ini? Mari simak penjelasannya dengan seksama!

https://www.pandaibelajar.com/


Terdapat dua jalur Peradilan dan hukuman atau sanksi bagi kasus pelanggaran HAM ini, yaitu Peradilan dan Hukuman atas Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia dan Peradilan dan Sanksi di dunia atau secara internasional. 

Peradilan dan Sanksi untuk Pelanggaran HAM di Indonesia

Semua negara di dunia tentu tidak mau dicap sebagai negara yang tidak bisa menegakkan HAM, termasuk Indonesia. Sebab, negara yang tidak melakukan upaya pemajuan, penghormatan, dan penegakan HAM akan disebut sebagai unwillingness state atau negara yang tidak mau atau tidak mampu menegakkan HAM. Selain itu, efeknya berbahaya bagi negara itu sendiri, seperti memperbesar pengangguran, memperlemah daya beli masyarakat, memperbanyak kemiskinan, memperkecil pendapatan nasional, kesulitan mendapatkan bantuan dari negara asing, kesulitan mencari mitra kerja sama. 

Untuk mencegah hal tersebut, tentu negara-negara di dunia melakukan upaya terbaik agar tetap bisa menegakkan HAM. Berbagai cara dilakukan, salah satunya dengan penegakkan dan peradilan, serta sanksi bagi pelanggar HAM. 

Di Indonesia, dahulu, kasus pelanggaran HAM diperiksa dan diselesaikan di pengadilan HAM ad hoc yang dibentuk berdasarkan keputusan presiden dan berada di lingkungan hukum yang sah. Setelah  berlakunya UU Republik Indonesia tahun 2000 tentang pengadilan HAM, semua kasus pelanggaran HAM diselesaikan dan ditangani di Pengadilan HAM.

Pasal 10 UU RI Nomor 26 tahun 2000, menyebutkan bahwa penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat dilakukan atas dasar ketentuan Hukum Acara Pidana. Sebelumnya, proses penangkapan tersangka dan penyelidikan dilakukan oleh pihak Jaksa Agung. Saat melaksanakan tugasnya Jaksa Agung harus memiliki surat perintah dan alasan penangkapan yang jelas, kecuali dilakukan secara mendesak atau ketika operasi tangkap tangan. 

Selain itu, ada juga penyelidikan terhadap pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh Komnas HAM. Komnas HAM dalam posisi ini melakukan penyelidikan dan dapat membentuk tim ad hoc sendiri yang disertai dengan kalangan masyarakat terutama aktivis HAM atau yang paham terkait kasus tersebut. Setelah Komnas HAM melakukan penyelidikan, Komnas HAM membuat sebuah dokumen lengkap hasil penyelidikan lalu menyerahkannya kepada Jaksa Agung yang bertugas sebagai penyidik. Jaksa Agung wajib menindaklanjuti laporan hasil penyelidikan Komnas HAM tersebut, lalu Jaksa Agung dapat juga membentuk tim as hoc sendiri dari unsur pemerintah dan dari kalangan masyarakat.  

Selanjutnya, masuk dalam proses penuntutan perkara pelanggaran HAM. Proses penuntutan ini dilakukan oleh Jaksa Agung atas tindak lanjut dari laporan ppenyelidikan sebelumnya. Jaksa Agung membentuk penunut umum ad hoc yang terdiri atas unsur masyarakat dan pemerintah dengan cara disumpah sebelum melaksanakan tugasnya. Pada kondisi ini, Komnas HAM dapat selalu meminta keterangan secara tertulis kepada Jaksa Agung mengenai perkembangan penyelidikan dan penuntutan perkara pelanggaran HAM berat dan dapat dipublikasikan untuk masyarakat agar masyarakat terus mengikuti perkembangan perkara pelanggaran HAM.  

Terakhir, perkara pelanggaran HAM berat diperiksa. Setelah proses pemeriksaan selesai, Pengadilan HAM akan memutuskan perkara yang dilakukan oleh Majelis Hakim Pengadilan HAM dengan tempo waktu 180 hari paling lambat setelah berkas dilimpahkan dari penyidik kepada Pengadilan HAM. Hakim Pengadilan HAM pada kondisi ini berjumlah lima orang, terdiri atas dua orang hakim dari Pengadilan HAM yang bersangkutan dan tiga orang hakim ad hoc yang diketuai oleh hakim dari Pengadilan HAM yang bersangkutan. 

Pada permohonan banding, perkara tersebut diperiksa dan diputuskan dalam waktu paling lama 90 hari sejak perkara dilimpahkan ke Pengadilan Tinggi. Kemudian, permohonan kasasi dapat dilakukan ke Mahkamah Agung, perkara tersebut diputuskan oleh Mahkamah Agung paling lama 90 hari sejak perkara dilimpahkan oleh Pengadilan Tinggi kepada Mahkamah Agung. Proses pengadilan dipimpin oleh dua Hakim Agung dan tiga orang Hakim ad hoc yang diangkat oleh Presiden atas usulan DPR RI.    

Wawasan Nusantara: Politik Kewilayahan Bangsa dan Negara Indonesia

Halo, sahabat Pandai Belajar! Kali ini kita akan membahas terkait Wawasan Nusantara. Pembahasan ini terdapat pada materi kelas 11 SMA/SMK sederajat. Materi kali ini memiliki dua subbab, yaitu Konsep Wawasan Nusantara dalam Ranah Geopolitik dan Cara Pandang Bangasa Indonesia berdasarkan Wawasan Nusantara secara Geopolitik. 

Tidak usah berlama-lama, mari simak dengan seksama pambahasan kali ini! Semoga bermanfaat.

A. Konsep Wawasan Nusantara

Wawasan nusantara merupakan wawasan yang wajib diketahui seluruh bangsa Indonesia. Wawasan ini berwujud wawasan nasional yang bersumber langsung dari Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Wawasan nusantara juga dikenal sebagai politik kewilayahan bansa dan negara Indonesia. Dalam praktiknya, wawasan nusantara dianggap sebagai cara pandang dan sikap setiap warga negara terhadap diri sendiri dan lingkungan sekitarnya dengan mengutamakan persatuan antarbangsa serta kesatuan bangsa dan wilayah dalam menjalani kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Secara singkat, wawasan nusantara adalah suatu wawasan yang menjaga kesatuan dan keutuhan seluruh bangsa dan wilayah Indonesia. Atas dasar itu, kita sebagai bangsa Indonesia, dituntut untuk memahami benar wawasan ini demi menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

B. Cara Pandang Bangsa Indonesia dalam Menerapkan Wawasan Nusantara

Telah dijelaskan sebelumnya, bahwa wawasan nusantara merupakan cara pandang dan sikap bangsa Indonesia untuk menjaga keutuhan dan kesatuan. Maka dari itu, kita harus tahu bagaimana cara kita bersikap guna menerapkan wawasan nusantara sebagai geopolitik Indonesia. Berikut cara pandang bangsa Indonesia dalam menerapkan wawasan nusantara.

1. Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Politik

Pulau-pulau di Nusantara yang merupakan suatu kekayaan nasional merupakan satu kesatuan wilayah, wadah, ruang hidup seluruh bangsa Indonesia, serta menjadi modal dan milik bersama bangsa Indonesia dalam bingkai persatuan demi menjaga keutuhan. Selain itu, kepulauan yang ada di Indoneisa juga menggambarkan bahwa bangsa Indonesia terdiri atas berbagai suku, agama, bahasa, memluk keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa merupakan kesatuan yang final dan luas seluas kepulauan yang ada di Nusantara. 

Meski antarbangsa dipisahkan oleh pulau-pulau, secara psikologis, kita adalah bangsa yang satu, harus merasa satu nasib sepenanggungan, sebangsa, dan setanah air, serta harus selalu tertanam memperjuangkan cita-cita bangsa agar terwujud berdasar kepada Pancasila dan UUD 1945. Hal tersebut juga menyiratkan bahwa Pancasila satu-satunya falsafah serta ideologi bangsa dan negara yang melandasi selurug warga negara dalam mencapai cita-cita negara.

Kehidupan politik di seluruh wilayah Nusantara merupakan kesatuan politik yang diselenggarakan berdasarkan Pansila dan UUD 1945. Artinya, bahwa seluruh kepulauan nusantara memiliki kesatuan hukum, yaitu mengabdi kepada kepentingan nasional. Hal ini juga mengartikan bahwa bangsa Indonesia hidup berdampingan dengan bangsa lain, ikut berpartisipasi aktif dalam ketertiban dunia, kemerdekaan, dan perdamaian, serta keadilan sosial melalui politik bebas aktif yang diterapkan dalam sistem politik Negera Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang dilaksanakan atas dasar kepentingan nasional demi kebaikan bangsa Indonesia. 

2. Kepulauan Nusantara sebagai Kesatua Ekonomi

Seluruh kekayaan wilayah nusantara adalah milik seluruh bangsa Indonesia sebagai modal keperluan sehari-hari yang merata di seluruh tanah air. Kepulauan Indonesia juga menyiratkan bahwa perkembangan ekonomi harus berjalan seimbanf dan tidak ada ketimpangan di seluruh daaaaerah dengan mengembangkan potensi masing-masing daerah di Indonesia. Hal itu menandakan bahwa perekonomian di seluruh wilayah Indonsia merupakan kesatuan ekonomi yang diselenggarakan atas dasar kepentingan dan usaha bersama demi kemajuan peradaban bangsa. 

3. Kepulauan Nusantara sebagai Kesatuan Sosial Budaya

Dalam konteks sosial budaya, seluruh masyarakat Indonesia adalah satu, kehidupan yang serasi dengan perwujudan kemajuan yang setara, merata, dan berjalannya keselarasan dan toleransi kehidupan sesuai dengan kemjuan bangsa. Ragam corak dan budaya merupakan gambaran betapa kayanya Indonesia yang dimanfaatkan sebagai modal dan landasan pengembangan budaya seluruh bangsa guna dinikmati oleh seluruh bangsa Indonesia.

4. Kepulauan Indonesai sebagai Kesatuan Pertanhanan dan Kemanan

Seluruh ancaman, baik terhadap satu daerah maupun nasional, hakikatnya adalah ancaman bagi seluruh bangsa dan negara dilandasi dengan kesamaan nasib demi pertahanan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal ini juga menyiratkan bahwa setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama rata dalam membela negara agar tetap utuh.       



Prosedur Sosialisasi Budaya Politik kepada Masyarakat (Agen Sosialisasi Politik)

Halo, sahabat Pandai Belajar! Setelah sebelumnya membahas tentang Budaya Politik di Indonesia, sekarang kita berlanjut ke pembahasan berikutnya yang tidak kalah penting, yaitu Prosedur Sosialisasi Budaya Politik Kepada Masyarakat. Materi ini merupakan submateri yang diajarkan di SMA kelas XI. Mari kita simak pembahasan materi kali ini! Selamat membaca, Sahabat! 

A. Prosedur Sosilisasi Budaya Politik

Budaya politik merupakan suatu nilai yang terbentuk melalui sosialisasi politik yang gencar dilakukan terhadap masyarakat selaku warga negara. Prosedur sosialisasi politik ini bermakna cara-cara atau teknik penanaman nilai-nilai politik kepada individu atau kelompok masyarakat. Robert Le Vine  mengatakan  terdapat tiga prosedur atau tiga teknik yang dapat diterapkan dalam sosialisasi penerrapan nilai politik kepada masyarakat, yaitu imitasi, instruksi, dan motivasi. Adapun penjelasan ketiga teknik tersebut sebagai berikut.

  1. Imitasi merupakan teknik sosialisasi penanaman nilai politik melalui cara meniru terhadap perilaku masyarakat setempat. Dengan kata lain, teknik imitasi ini menuntut orang yang memberi sosialisi untuk menyamar dan meniru kebiasaan individu-individu di lokasi target sosialisai. Teknik ini biasanya digunakan kepada anak-anak yang memang penting untuk diberi pemahaman politik sejak dini, tetapi tidak menutup kemungkinan teknik ini juga digunakan kepada orang dewasa. 
  2. Instruksi adalah sebuah teknik sosialisasi melalui pembelajaran, baik di sekolah (formal), di lingkungan keluarga (informal), maupun lingkungan pergaulan atau organisasi (nonformal). 
  3. Motivasi merupakan mekanisme atau teknik sosialisasi yang dikaitkan dengan pengalaman individu atau kelompok target sosialisai. Teknik ini mendorong penerima sosialisasi untuk belajar dari pengalaman-pengalaman mengenai tindakan politik yang diarahkan sesuai dengan sikap dan pendapatnya sendiri. Dengan kata lain, teknik ini mengarahkan indvidu sasaran sosialisasi untuk berpikir lalu mengambil sikapnya sendiri berdasarkan pengalaman.

B. Agen Sosialisasi Politik

Teknik sosialisasi tersebut tidak akan berjalan jika tidak ada agen politik yang menjalankannya. Ada tiga agen sosialisasi budaya politik yang vital dan bertanggung jawab menjalankan sosialisasi kepada masyarakat sekitarnya, yaitu keluarga, sekolah, partai politik. Berikut pemaparan ketiga hal tersebut.

1. Keluarga

Keluarga adalah agen pertama yang bertanggung jawab menentukan pola pembentukan nilai politik bagi seorang individu terutama anak. Keluarga dapat menanamkan nilai politik dan keyakinan politik atas pandangan orang tua secara langsung atau tidak langsung. Langkah awal dapat dilakukan dengan menanamkan sikap menghargai kewenangan Ayah dan Ibu selaku orang tua, yang dapat dipahami sebagai sikap saling menghargai suatu tatanan di masyarakat. Jika sebuah keluarga terlalu menekankan kepatuhan secara berlebihan, bisa jadi keluarga tersebut akan membentuk individu yang berbudaya politik parokial atau subjektif dan tidak peduli dengan yang lain. 

2. Sekolah

Saat masuk sekolah, anak diajarkan untuk mengharga dan mengenal nilai-nilai, norma, dan atribut negaranya. Proses pengenalan budaya politik ini diberikan sejak Taman Kanak-Kanak. Pada masa itu, pendekatan atau pemberian pengetahuan dapat dilakukan dengan cara imitasi. Setelah itu, berlanjut di SD, SMP, SMA yang dituntut makin mengenal budaya politik di Indonesia, mulai dari gambar-gambar pajangan seperti presiden, wakil presiden, pancasila. Lalu, makin berkembang dengan pengenalan sistem negara, Pendidikan Pancasila, sampai akhirnya pengenalan politik praktis, partai politik, sistem politik melalui diskusi-diskusi di sekolah. 

3. Partai Politik

Menurut Budiarjo (2008), partai polirik memiliki beberapa fungsi sebagai sarana atau agen sosialisasi budaya politik di negara demokrasi seperti Indonesia. Berikut merupakan fungsi partai polititk.

a. Komunikasi Politik

Partai politik berperan sebagai penyalur aspirasi rakyat dengan menyatukan berbagai kepentingan dan merumuskanmnya menjadi arah dari kebijakan yang akan dibuatnya dalam tatanan demokrasi.

b. Sosialisasi Politik

Partai politik berfungsi sebagai sarana untuk menanamkan nilai politik, norma, dan sikap, serta orientasi politik seseorang terhadap persoalan politik di Indonesia.

c. Rekrutmen Politik

Dalam hal ini, partai politik berperan untuk mengajak orang-orang terlibat langsung dengan partai politik sebagai anggota partai politik. 



Bentuk dan Contoh Budaya Politik Partisipan

Hai Assalamualaikum Sahabat PandaiBelajar! Pada kesempatan kali ini kami akan membahas tentang Bentuk dan Contoh Budaya Politik Partisipan, dalam hal ini ada beberapa hal yang dibahas yaitu, Bentuk-bentuk Budaya Politik Partisipan, Partisipasi Politik, dan Contoh Budaya Politik Partisipan. Dari pada kepanjangan, mari langsung saja menuju ke pembahasan di bawah ini. Selamat membaca dan semoga bermanfaat!

www.pandaibelajar.com


BENTUK-BENTUK BUDAYA POLITIK PARTISIPAN 

Budaya politik partisipan adalah tipe budaya politik  yang dinilai sangat ideal, di mana di dalam sistem budaya politik ini orientasi politik rakyat tidak hanya bersifat kognitif atau afektif saja, tetapi sudah merupakan orientasi politik yang memiliki sifat evaluatif yang ditandai dengan rakyat memiliki kemampuan dalam hal menilai dan mengontrol semua kebijakan dari para pemegang kekuasaan dalam suatu pemerintahan.

Partisipasi politik dalam cakupan pengertian secara umum berarti keterlibatan seseorang atau sekelompok orang dalam suatu kegiatan politik tertentu. Partisipasi politik terdapat beberapa sasaran yang ingin dan akan dituju, yaitu proses pembuatan keputusan dalam berpolitik. Dengan arti lain, partisipan yaitu orang yang berpartisipasi dalam kegiatan berpolitik yang bertujuan untuk mempengaruhi keputusan politik yang akan diambil agar keputusan itu menguntungkannya atau tidak merugikannya sedikitpun.

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan partisipasi politik atau politik partisipan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh warga negara di dalam suatu negara baik secara individu maupun kolektif, atas dasar keinginan sendiri maupun dorongan dari pihak lain yang tujuannya untuk mempengaruhi keputusan politik yang akan diambil oleh pemerintah setempat, agar keputusan tersebut menguntungkannya atau tidak merugikannya sedikitpun. 

Ada empat bentuk partisipasi politik menurut Samuel Huntington dan Joan M. Nelson dalam bukunya yang berjudul Partisipasi Politik; Tak Ada Pilihan Mudah (1984) sebagai berikut. 
  1. Kegiatan pemilihan, yang mencakup dalam memberikan suara, atau sumbangan-sumbangan untuk kampanye, bekerja dalam suatu pemilihan, mencari dukungan bagi seorang calon yang diusung, atau melakukan tindakan yang bertujuan mempengaruhi hasil proses pemilihan.
  2. Lobbying atau melobi, yaitu upaya-upaya perorangan atau kelompok untuk menghubungi pejabat-pejabat pemerintah dan pemimpin-pemimpin politik dengan maksud dan tujuan untuk mempengaruhi keputusan-keputusan mereka mengenai persoalan-persoalan yang menyangkut sejumlah besar orang yang berkecimpung dalam hal tersebut. Misalnya, lobbying yang dilakukan oleh anggota DPR, atau yang dilakukan tokoh masyarakat kepada pemerintah untuk mempercepat proses pembangunan di daerahnya masing-masing yang merupakan tanggung jaab bersama antara pemerintah dan juga masyarakat sekitar. 
  3. Kegiatan organisasi, yang menyangkut partisipasi sebagai anggota atau pejabat dalam suatu organisasi dengan tujuan utamanya untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang akan diambil oleh badan yang bersangkutan yaitu pemerintah. 
  4. Mencari koneksi, yaitu tindakan perorangan yang ditujukan terhadap pejabat-pejabat pemerintah dan biasanya dengan maksud memperoleh manfaat yang hanya dirasakan oleh satu orang atau beberapa orang saja. 
  5. Tindakan kekerasan, yaitu upaya untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang akan dilakukan oleh pemerintah dengan jalan yang menimbulkan kerugian fisik berupa kekerasan yang berdampak buruk terhadap pejabat pemerintahan atau harta benda. Kekerasan dapat ditujukan untuk mengubah pimpinan politik kekerasan ini biasa dilakukan dalam bentuk kudeta dan pembunuhan, mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah dalam bentuk huruhara dan pemberontakan, atau mengubah seluruh sistem politik dalam bentuk revolusi. Kekerasan hanya dilakukan setelah tertutupnya kesempatan berpartisipasi politik secara damai dan cara ini tidak baik karena akan menimbulkan banyak korban, kecuali jika dalam keadaan-keadaan tertentu, seperti revolusi menuju hal yang jauh lebih baik.



BUDAYA POLITIK DI INDONESIA : Pengertian Budaya Politik dan Jenis-jenis Budaya Politik

Assalaualaikum sahabat PandaiBelajar! Pada keempatan kali ini kami akan membahas tentang Budaya Politik khususnya di Indonesia. Dalam pembahasan kali ini terdapat beberapa bagian yang dijelaskan yaitu, Pengertian Budaya Poitik, Jenis-jenis Budaya Politik (Budaya Politik Parokial, Budaya Politik Subjek, Budaya Poitik  Partisipan, dan Budaya Politik Campuran. Langsung saja kita simak penjelasan di bawah ini! Semoga Bermanfaat! 


www.pandaibelajar.com


A. Pengertian Budaya Politik

Istilah dari sebutan budaya politik merupakan suatu pengalihan bahasa yang bersumber dari istilah the political culture. Sebagai suatu konsep yang padu, istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Gabriel A.Almond dalam tulisannya karyanya yang berjudul Comparative Political System pada tahun 1956. Tahun 1960-1970, Almond mengembangkan lebih banyak lagi konsep-konsep budaya politik dan dia pun bekerjasama dengan Sidney Verba, mereka berdua pun menghasilkan sebuah buku yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan ilmu politik di dunia, yaitu The Civic Culture. Buku yang baaru dikeluarkan tersebut berisikan tentang hasil penelitian Almond dan Verba mengenai budaya politik di lima negara berbeda, yaitu Amerika, Jerman, Inggris, Italia dan juga Meksiko. Para pakar politik di Indonesia menerjemahkan konsep dari civic culture yang sebenarnya menjadi artian budaya politik atau kebudayaan politik. 

Pada dasarnya budaya politik juga diartikan sebagai pandangan politik yang sangat mempengaruhi sikap, orientasi, dan pilihan politik seseorang. Dengan kata lain, budaya politik merupakan faktor penting yang mempengaruhi pola pengambilan keputusan-keputusan politik baik oleh individu, masyarakat, ataupun juga oleh pemerintah. Faktor-faktor yang mempengaruhi hal tersebut diantaranya adalah agama, suku bangsa, sejarah, dan status sosial.

B. Jenis-jenis Budaya Politik 

1. Budaya Politik Parokial


Di dalam kepustakaan-kepustakaan tentang politik, budaya politik parokial ini sering diartikan sebagai budaya politik yang sangat sempit. Dikatakan sempit begitu karena orientasi setiap individu atau masyarakat masih sangat terbatas pada ruang lingkup yang cukup sempit atau belum meluas. Orientasi dan peranan yang dimainkan pada sistem politik ini masih terbatas pada lingkungan atau wilayah tempat tinggal atau tempat sekitar saja. Dengan kata lain, persoalan-persoalan di luar wilayahnya atau di luar cakupannya tidak diperdulikannya.

Dengan begitu dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam budaya politik parokial belum ada bahkan tidak dijumpai spesialisasi tugas dan peran dalam kegiatan politiknya tersebut. Kalaupun mungkin ada, hal tersebut dalam intensitas atau kadar yang masih rendah, sehingga tingkat partisipasi politik masyarakatnya pun masih tergolong sangat rendah.

2. Budaya Politik Subjek

Tipe budaya politik kali ini sedikit lebih baik dari tipe budaya politik yang pertama. Masyarakat atau individu yang bertipe budaya politik subjek telah memiliki peranan contohnya perhatian dan minat terhadap sistem politik yang berjalan diilayah tersebut. Hal ini juga dilihat atau diwujudkan dengan berbagai peran politik yang sesuai dengan kedudukannya masing-masing. Akan tetapi, peran politik yang dapat dilakukannya masih sangat dibatasi atau terbatas pada pelaksanaan kebijakan-kebijakan pemerintah yang mengatur masyarakat wilayah itu. Individu atau masyarakat hanya menerima aturan tersebut secara pasrah dan harus menjalankannya dengan baik. Tiap-tiap individu tidak tumbuh atau ada keinginan atau hasrat untuk menilai, menelaah atau bahkan mengkritisi setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintahnya. 

Dalam budaya politik subjek ini, individu atau masyarakat berkedudukan sebagai kaula yang berarti sebagai abdi/pengikut setia pemerintah/raja yang posisinya cenderung lebih pasif. Mereka menganggap bahwa dirinya tidak akan berdaya mempengaruhi atau merubah sistem politik yang ada. Oleh sebab itu mereka akan menyerah dan hanya dapat turut kepada semua kebijaksanaan dan keputusan para pemegang kekuasaan dalam masyarakatnya.

3. Budaya Politik Partisipan

Budaya politik partisipan merupakan tipe budaya politik yang paling baik atau dapat dikatakan budaya politik yang ideal. Dalam budaya politik partisipan ini, individu atau masyarakat telah memiliki perhatian, kesadaran, minat ikut serta dalam peranan politik dalam artian yang sangat luas. Orang yang menganut budaya politik ini akan mampu memainkan peran politik baik dalam proses input atau yang berupa pemberian tuntutan dan dukungan terhadap sistem politik yang ada maupun dalam proses output atau juga pelaksana, penilai, dan pengkritisi setiap kebijaksaanan dan keputusan politik pemerintah. 

4. Budaya Politik Campuran

  • Budaya politik subjek-parokial : Dalam budaya politik ini sebagian besar penduduk menolak tuntutan-tuntutan masyarakat kesukuan atau diartikan feodal, dan telah mengembangkan kesetian kuat terhadap sistem politik yang lebih kompleks dengan struktur-struktur pemerintahan pusat yang bersifat khusus.
  • Budaya politik subjek-partisipan : Dalam budaya politik ini, sebagian besar penduduk telah memperoleh orientasi-orientasi input yang bersifat khusus dan serangkaian orientasi pribadi sebagai seorang aktifis politik yang menjalankan tugas pemerintahan. Sementara, sebagian penduduk yang lainnya terus berorientasi ke arah struktur pemerintah yang otoriter dan secara relatif memiliki serangkaian orientasi pribadi yang amat pasif. 
  • Budaya politik parokial-partisipan : Budaya politik seperti ini berlaku di negara-negara berkembang yang pada umumnya masyarakat negara tersebut lebih berbudaya politik parokial, tetapi norma-norma dalam struktur pemerintahan yang diperkenalkan kepada masyarakat biasanya hanya bersifat partisipan.

Mengenang dan Meneladani Para Pahlawan Proklamasi

Assalamualaikum Sahabat PandaiBelajar! Sekarang sudah dekat menuju hari Pahlawan ya sahabat, yaitu yang diperingati setiap tahun pada tanggal 10 November. Nah, kita sebagai rakyat Indonesia yang telah terbebas dari belenggu penjajahan mestilah bersyukur dan jangan pernah melupakan sejarah serta kita sebagai warga negara yang baik haruslah mengenang jasa para pahlawan yang telah berjuang mati-matian. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, kami akan membahas tentang Para Pahlawan Proklamasi yang pembahasannya diberi judul Mengenang dan Meneladani Para Pahlawan Proklamasi. Langsung saja kita menuju pembahasan di bawah ini, Semoga bermanfaat ya Sahabat!

www.pandaibelajar.com


Mengenang dan Meneladani Para Pahlawan Proklamasi

1.  Ir. Sukarno

  Sukarno atau yang dikenal dengan sebutan Bung Karno, beliau lahir di kota Surabaya tanggal 6 Juni 1901. Pada masa remaja menuju dewasanya Bung Karno sudah mulai aktif dalam berbagai pergerakan sejak menjadi mahasiswa di Bandung. Pada tahun 1927, bersama rekan sejawatnya Bung Karno mendirikan sebuah organisasi yaitu PNI. Oleh karena perjuangannya itu, beliau sering sekali keluar-masuk penjara karena beberapa kasus yang dianggap mengancam pemerintah Belanda pada saat itu. Kemudian pada zaman Jepang, Bung Karno pernah menjadi ketua dari Putera, Chuo Sangi In dan juga ketua dari PPKI, serta beliau juga pernah menjadi anggota dari BPUPKI.
  Begitu Bung Karno telah tiba di tanah air, dari perjalanannya ke Saigon, Sukarno menyampaikan pidato yang sangat singkat. Isi pidato itu adalah, suatu pertanyataan yang tak bisa dijawab bahwa Indonesia akan merdeka atau pun sudah merdeka sebelum jagung akan berbunga. Pertanyaan tersebut dan pidato singkat tersebut semakin membakar semangat rakyat Indonesia untuk berjuang mendapatkan kemerdekaan yang sesungguhnya. Beliau bersama dengan Moh. Hatta, menjadi tokoh sentral yang terus menerus dipaksa dan didesak oleh para pemuda agar segera memproklamasikan kemerdekaan bagi Indonesia, sampai akhirnya ia harus diculik atau diungsikan ke Rengasdengklok untuk perundingan hal tersebut. Sepulangnya dari Rengasdengklok ia bersama Moh. Hatta dan Ahmad Subarjo merumuskan sebuah teks yaitu teks proklamasi, dan menuliskannya pada secarik kertas. Lalu setelah itu, Sukarno bersama Moh. Hatta diberi kepercayaan untuk menandatangani teks yang dirumuskan tersebut yaitu teks  proklamasi tersebut.
  Pada tanggal 17 Agustus 1945, peranan Sukarno semakin penting dan sangat dibutuhkan. Secara tidak langsung ia terpilih menjadi tokoh terpenting dan Indonesia dan juga menjadi orang nomor satu di Indonesia. Sukarno didampingi dengan Moh. Hatta, diberi kepercayaan oleh rakyat untuk membacakan teks proklamasi sebagai pernyataan Kemerdekaan bagi Indonesia. Oleh karena hal itu, Sukarno dikenal dan dikenang hingga sekarang sebagai pahlawan proklamator Indonesia. Sukarno wafat pada tanggal 21 Juni 1970 dan beliau dimakamkan di Blitar.

2. Drs. Moh. Hatta

  Tokoh lain yang sangat penting dalam berbagai peristiwa sebelu bahkan setelah proklamasi dan peristiwa penting lainnya sekitar proklamasi adalah Drs. Moh. Hatta. Beliau dilahirkan di Bukittinggi pada tanggal 12 Agustus 1902. Sejak menjadi mahasiswa di luar negeri, ia sudah aktif dalam pergerakan perjuangan kemerdekaan Indonesia. Ia menjadi salah seorang pemimpin dan ketua Perhimpunan Indonesia di negeri yang menjajah yaitu negeri Belanda. Setelah di tanah air, ia aktif di PNI bersama dengan rekannya yaitu Bung Karno. Setelah PNI dibubarkan, Hatta aktif di PNI yang diperbarui.
  Moh. Hatta melibatkan dirinya secara langsung terjun dan ikut andil dalam perumusan teks proklamasi. la juga ikut menandatangani teks proklamasi tersebut. Pada peristiwa detik-detik proklamasi, Moh. Hatta tampil sebagai tokoh nomor dua di Indonesia pada saat itu untuk mendampingi Bung Karno dalam pembacaan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Oleh karena hal itu, beliau juga dikenang  hingga sekarang dan dikenal sebagai pahlawan proklamator. la wafat pada tanggal 14 Maret 1980, dimakamkan di pemakaman umum Tanah Kusir di Jakarta. 

3. Ahmad Subarjo

  Ahmad Subarjo dilahirkan di Karawang Jawa Barat pada tanggal 23 Maret 1896. Beliau tutup usia pada bulan Desember 1978. Pada masa pergerakan nasional Ahmad Subarjo sangat aktif di PI dan PNI. Kemudian pada masa pendudukan dan penjajahan Jepang beliau berperan sebagai Kaigun, bekerja pada Kantor Kepala Biro Riset Angkatan Laut Jepang yaitu yang dipimpin oleh Laksamana Maeda. la juga terdaftar dan terlibat sebagai anggota BPUPKI dan PPKI. Akan tetapi, Ahmad Subarjo tidak hadir pada saat Bung Karno membacakan teks proklamasi di Pegangsaan Timur No. 56.
  Tokoh Ahmad Subarjo ini boleh dikatakan sebagai tokoh yang mengakhiri peristiwa Rengasdengklok. Sebab dengan keberanian dirinya dan dengan jaminan nyawa Ahmad Subarjo, akhirnya Ir. Sukarno, Moh. Hatta dan rombongan diperbolehkan kembali ke Jakarta. Sesampainya di Jakarta pada dini hari, di rumah Maeda dilaksanakan perumusan teks proklamasi, Ahmad Subarjo secara langsung berperan aktif dan memberikan peran dan mengeluarkan pemikiran-pemikiran tentang rumusan teks proklamasi tersebut.

4. Sukarni Kartodiwiryo

    Sukarni merupakan seorang pencetus atau pelopor penculikan terhadap Sukarno dan Moh. Hatta ke Rengasdengklok. Ia juga merupakan tokoh yang mengusulkan agar teks proklamasi ditandatangani oleh Sukarno dan Moh. Hatta dengan mengaatas namakan bangsa Indonesia. la juga memimpin pertemuan untuk membahas strategi penyebarluasan teks proklamasi dan berita tentang proklamasi supaya semua rakyat seluruh Indonesia tahu bahwa Indonesia telah merdeka.

5. Sayuti Melik

  Nama tokoh ini semakin terkenal dan mencuat pada sekitar Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. la telah menyaksikan setiap tahap dari penyusunan teks proklamasi di ruang makan yaitu di rumah Laksamana Maeda. Bahkan akhirnya ia pun dipercaya untuk menjadi orang yang mengetik teks proklamasi yang ditulis tangan oleh Sukarno.

6. Bahanuddin Mohammad Diah

  Pada sekitaran peristiwa proklamasi, BM. Diah sudah menjadi wartawan yang sangat terkenal di Indonesia. Pada malam sewaktu akan diadakan perumusan teks proklamasi tersebut, BM. Diah banyak melakukan kontak-kontak dengan para pemuda yang terlibat pada saat itu, yaitu untuk datang ke rumah Laksamana Maeda. la adalah salah seorang pemuda yang ikut menyaksikan perumusan teks proklamasi. Ia juga sangat berperan aktif dalam upaya menyebarluaskan berita tentang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia agar dapat diketahui oleh setiap rakyat Indonesia.

7. Latif Hendraningrat Sang Komandan Peta

  Pada saat pelaksanaan pembacaan teks proklamasi, setelah menyiapkan barisan, ia mempersilakan Sukarno membacakan teks proklamasi. Kemudian, Latief Hendraningrat dengan dibantu S. Suhud mengibarkan Sang Saka Merah Putih, dan beliau juga merupakan yang membantu membawakan bendera Merah Putih yang dibantu oleh SK. Trimurti. 

8. S. Suhud

  S. Suhud merupakan seorang pemuda yang ditugasi mencari tiang bendera dan mengusahakan bendera Merah Putih yang akan dikibarkan pada saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Oleh karena gugup dan tegang, akhirnya dia membawa tiang yang digunakan adalah sebatang bambu, padahal tidak terlalu jauh dari rumah Sukarno ada tiang bendera dari besi yang sangat dibutuhkan pada saat itu. S. Suhud bersama Latif Hendraningrat adalah sang pengibar bendera Merah Putih di halaman rumah Sukarno pada saat Proklamasi 17 Agustus 1945.

9. Suwiryo

  Suwiryo merupakan seorang walikota Jakarta Raya pada waktu itu dan secara tidak langsung menjadi ketua penyelenggara dalam proses upacara Proklamasi Kemerdekaan. Oleh karena itu, ia sangat sibuk mempersiapkan segala hal dan sesuatu yang diperlukan dalam upacara tersebut pada saat itu, termasuk pengadaan mikrofon dan pengeras suara dalam upacara.

10. Muwardi

  Tokoh muda Muwardi, bertugas sangat penting dalam bidang pengamanan jalannya upacara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Ia telah menugaskan anggota Barisan Pelopor dan Peta untuk menjaga keamanan di sekitar kediaman Bung Karno untuk upacara proklamasi tersebut. Setelah upacara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, ia juga membagi tugas kepada para anggota Barisan Pelopor dan Peta untuk menjaga keamanan Bung Karno dan Moh. Hatta untuk tetap dijaga dan dipastikan keselamatannya.