Pandangan Intelektual Muslim Tentang Demokrasi (Abdul A'la Al-Madudi, Mohammad Iqbal, Muhammad Imarah, Yusuf al-Qardhawi, Salim Ali al-Bahasnawi)

Assalamualaikum sahabat! Dalam pembahasan kali ini kita akan membahas tentang Teori Demokrasi. Nah, pada zaman sekarang ini hampir semua orang mengetahui demokrasi, bahkan menjadi paham paling populer di Indonesia bahkan di dunia, sebuah paham yang berasal dari Barat ini menjadi populer dengan kedaulatan rakyatnya. Akan tetapi Teori Demokrasi yang disajikan untuk dijadikan bahan pembahasan kali ini adalah Pandangan Intelektual Muslim Tentang Demokrasi. Dalam pembahasan kali ini terdapat bahasan tentang Pandangan Tokoh-tokoh Intelektual Muslim dan Pandangan Para Ulama Muslim Tentang Demokrasi, dan Islamisasi Demokrasi. Tokoh-tokoh yang dibahas kali ini adalah Abdul A'la Al-Madudi, Mohammad Iqbal, Muhammad Imarah, Yusuf al-Qardhawi, Salim Ali al-Bahasnawi. Langsung saja mari kita simak pembahasan di bawah ini!

www.pandaibelajar.com


PANDANGAN ULAMA/INTELEKTUAL MUSLIM TENTANG DEMOKRASI


  Secara keseluruhan, pandangan para ulama atau para intelektual di kalangan umat islam tentang adanya demokrasi terbagi menjadi dua pandangan berbeda yaitu, pertama ada kalangan cendikiawan muslim yang menyatakan menolak sepenuhnya, dan yang kedua ada yang berpandangan menerima adanya demokrasi tetapi dengan syarat-syarat tertentu. Di bawah ini diterangkan beberapa ulama atau cendikiawan muslim yang menyatakan kedua pandangan tersebut, baik itu yang menolak maupun menerima penerapan demokrasi, yaitu sebagai berikut.

1. Abdul A'la Al-Madudi

  Abdul A'la Al-Madudi menolak dengan sangat tegas tentang adanya demokrasi. Menurut pendapatnya, Islam tidak dikenalkan atau mengenal paham demokrasi yang memberikan kekuasaan besar bahkan kekuasaan penuh kepada rakyat untuk menetapkan semua hal-hal yang berkaitan dengan roda pemerintahan yang detail maupun skala besar. Paham demokrasi ini adalah buatan manusia tepatnya produk dari kalangan orang-orang Barat atas dasar pertentangan Barat pada agama sehingga paham ini cenderung menjurus ke arah sekuler. Oleh sebab itu, al-Maududi memberikan anggapan bahwa demokrasi modern ala Barat merupakan suatu hal yang bersifat syirik. Menurut pendapatnya, Islam menganut paham teokrasi yaitu berdasarkan hukum Tuhan yaitu Allah Swt. 

2. Mohammad Iqbal

  Menurut pendapat dari Mohammad Iqbal, sejalan dengan kemenangan sekularisme atas agama sehingga demokrasi modern yang kita kenal sekarang ini menjadi kehilangan atau tidak dilandaskan sisi spiritual. Hal ini mengakibatkan demokrasi modern menjadi jauh dari etika. Demokrasi dengan paham teorinya yang merupakan kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat telah mengabaikan keberadaan agama. Parlemen atau petinggi sebagai salah satu pilar dari demokrasi ini sangat berkemungkinan bisa menetapkan hukum yang bertentangan jauh dari aturan agama, hal itu bisa juga terjadi jika anggotanya menghendaki. Dikarenakan oleh hal-hal tersebut, Iqbal berpendapat bahwa model teori demokrasi dari Barat telah menghilangkan sisi moral dan spiritualnya. Mohammad Iqbal pun, menawarkan sebuah solusi yaitu konsep demokrasi spiritual yang dilandasi oleh etik dan moral ketuhanan. Model demokrasi yang disarankan oleh Iqbal adalah sebagai berikut.
  • Tauhid sebagai landasan asasi.
  • Kepatuhan terhadap hukum.
  • Saling toleransi sesama warga.
  • Tidak ada batasan wilayah, ras, dan juga warna kulit.
  • Penafsiran hukum dari Tuhan melalui ijtihad.
3. Muhammad Imarah
  
  Muhammad Imarah berpendapat bahwa Islam tidak menerima demokrasi secara mutlak dan juga tidak berarti menolaknya secara benar-benar mutlak. Di dalam demokrasi, kekuasaan legislatif untuk membuat dan menetapkan hukum secara mutlak berada pada tangan rakyat. Hal itu sangat bertentangan dengan agama islam karena kekuasaan penuh tersebut ada di tangan Allah Swt. Allah Swt lah pemegang hukum dan segala kekuasaan tertinggi. Manusia hanyalah makhluk ciptaanNya yang hanya bisa menjabarkan dan merumuskan hukum-hukum sesuai prinsip yang diturunkan Tuhan serta juga berijtihad untuk sesuatu yang tidak diatur secara rinci oleh ketentuan Allah Swt. Jadi Muhammad Imarah mengemukakan bahwa Allah Swt lah yang berjabat atau berposisi sebagai legislator, sementara itu manusia hanyalah sebagai faqih atau yang memahami dan menjabarkan hukum-hukum yang telah digariskan oleh Allah Swt. 
  Demokrasi yang dijunjung tinggi oleh kalangan orang-orang Barat berpulang kepada padangan mereka tentang batas kewenangan Tuhan. Seperti yang telah Aristoteles ungkapkan, bahwa Tuhan menciptakan alam semesta ini dan lalu dibiarkan-Nya, ungkapan ini termasuk teori di dalam filsafat Barat, dan disebutkan juga bahwa setelah itu manusia diberikan kewenangan penuh berupa kewenangan legislatif dan eksekutif. Sementara kita lihat di dalam agama Islam, Allah Swt lah yang memegang atau pemegang otoritas tersebut. Adapun hal yang lainnya di dalam demokrasi yang sejalan dengan islam seperti membangun hukum atas persetujuan umat, pandangan mayoritas, dan juga orientasi pandangan umum, termasuk lain sebagainya. 

4. Yusuf al-Qardhawi

  Al-Qardhawi berpendapat, bahwa substansi demokrasi adalah sejalan dengan ajaran agam Islam. Hal ini dapat kita lihat dari beberapa hal yaitu, sebagai berikut.
  • Di dalam teori demokrasi proses pemilihan melibatkan khalayak ramai untuk mengangkat salah seorang dari kandidat yang berhak untuk memimpin dan mengurusi segala urusan serta keadaan masyarakat. Dari hal ini, jelas bahwa masyarakat memilih pemimpin yang disukainya dan tidak akan memilih pemimpin yang tidak disukainya. Hal ini sejalan dengan ajaran islam, Islam menolak seseorang menjadi imam dalam solat yang tidak disukai oleh ma'mumnya.
  • Hal yang sejalan dengan Islam lainnya adalah mendorong rakyat senantiasa melakukan usaha untuk meluruskan penguasa yang tirani. Karena amar ma'ruf dan nahi mungkar serta selalu memberikan nasihat kepada pemimpin yang memimpin rakyatnya adalah bagian dari ajaran Islam.
  • Pemilihan umum atau yang dikenal dengan pemilu juga termasuk jenis pemberian saksi. Oleh karena itu, barangsiapa yang sama sekali tidak menggunakan hak pilihnya sehingga kandidat calon pemimpin yang seharusnya dipilih dan benar-benar layak dipilih menjadi kalah dan suara mayoritas condong kepada kandidat yang sebenarnya kurang layak bahkan tidak layak menjadi pemimpin, berarti dia telah menyalahi aturan dan perintah Allah Swt untuk senantiasa memberikan kesaksian pada saat dibutuhkan.
  • Penetapan suatu hukum-hukum yang didasarkan kepada suara mayoritas rakyatnya juga tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam. Suara mayoritas yang diambil ini tidak boleh bertentangan dengan nash syariat secara tegas.
  • Kebebasan mengemukakan pendapat, dan juga kebebasan pers, serta otoritas pengadilan merupakan sebagian hal di dalam teori demokrasi yang tentu sejalan dengan ajaran Islam.
5. Salim Ali al-Bahasnawi

  Menurut pendapar dari Salim Ali al-Bahasnawi, demokrasi mengandung sisi-sisi yang baik dan tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam, tetapi juga di dalamnya terdapt sisi negatif yang bertentangan dengan ajaran agama Islam. Sisi baik atau positif dari demokrasi ini adalah adanya kedaulatan rakyat selama hal tersebut tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam. Sementara, dari sisi buruknya adalah penggunaan hak legislatif yang begitu bebas yang bisa mengarah kepada sikap untuk menghalalkan yang haram dan juga bisa mengharamkan yang halal. Atas dasar kedua sisi dari demokrasi tersebut Salim Ali al-Bahasnawi memberikan suatu Islamisasi demokrasi yang dirumuskan sebagai berikut.
  • Menetapkan tanggung jawab setiap dari masing-masing individu di hadapan Allah Swt.
  • Wakil-wakil rakyat harus berlandaskan akhlak Islam dalam melaksanakan tugas dan dal musyawarah.
  • Mayoritas tidak menjadi ukuran mutlak dalam kasus yang hukumnya tidak ditemukan di dalam al-qur'an dan hadist/sunnah.
  • Komitmen terhadap Islam terkait dengan persyaratan untuk mendapatkan jabatan sehingga hanya ang bermoral baik yang dapat duduk di parlemen. 
    

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »