BUDAYA POLITIK DI INDONESIA : Pengertian Budaya Politik dan Jenis-jenis Budaya Politik

Assalaualaikum sahabat PandaiBelajar! Pada keempatan kali ini kami akan membahas tentang Budaya Politik khususnya di Indonesia. Dalam pembahasan kali ini terdapat beberapa bagian yang dijelaskan yaitu, Pengertian Budaya Poitik, Jenis-jenis Budaya Politik (Budaya Politik Parokial, Budaya Politik Subjek, Budaya Poitik  Partisipan, dan Budaya Politik Campuran. Langsung saja kita simak penjelasan di bawah ini! Semoga Bermanfaat! 


www.pandaibelajar.com


A. Pengertian Budaya Politik

Istilah dari sebutan budaya politik merupakan suatu pengalihan bahasa yang bersumber dari istilah the political culture. Sebagai suatu konsep yang padu, istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Gabriel A.Almond dalam tulisannya karyanya yang berjudul Comparative Political System pada tahun 1956. Tahun 1960-1970, Almond mengembangkan lebih banyak lagi konsep-konsep budaya politik dan dia pun bekerjasama dengan Sidney Verba, mereka berdua pun menghasilkan sebuah buku yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan ilmu politik di dunia, yaitu The Civic Culture. Buku yang baaru dikeluarkan tersebut berisikan tentang hasil penelitian Almond dan Verba mengenai budaya politik di lima negara berbeda, yaitu Amerika, Jerman, Inggris, Italia dan juga Meksiko. Para pakar politik di Indonesia menerjemahkan konsep dari civic culture yang sebenarnya menjadi artian budaya politik atau kebudayaan politik. 

Pada dasarnya budaya politik juga diartikan sebagai pandangan politik yang sangat mempengaruhi sikap, orientasi, dan pilihan politik seseorang. Dengan kata lain, budaya politik merupakan faktor penting yang mempengaruhi pola pengambilan keputusan-keputusan politik baik oleh individu, masyarakat, ataupun juga oleh pemerintah. Faktor-faktor yang mempengaruhi hal tersebut diantaranya adalah agama, suku bangsa, sejarah, dan status sosial.

B. Jenis-jenis Budaya Politik 

1. Budaya Politik Parokial


Di dalam kepustakaan-kepustakaan tentang politik, budaya politik parokial ini sering diartikan sebagai budaya politik yang sangat sempit. Dikatakan sempit begitu karena orientasi setiap individu atau masyarakat masih sangat terbatas pada ruang lingkup yang cukup sempit atau belum meluas. Orientasi dan peranan yang dimainkan pada sistem politik ini masih terbatas pada lingkungan atau wilayah tempat tinggal atau tempat sekitar saja. Dengan kata lain, persoalan-persoalan di luar wilayahnya atau di luar cakupannya tidak diperdulikannya.

Dengan begitu dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam budaya politik parokial belum ada bahkan tidak dijumpai spesialisasi tugas dan peran dalam kegiatan politiknya tersebut. Kalaupun mungkin ada, hal tersebut dalam intensitas atau kadar yang masih rendah, sehingga tingkat partisipasi politik masyarakatnya pun masih tergolong sangat rendah.

2. Budaya Politik Subjek

Tipe budaya politik kali ini sedikit lebih baik dari tipe budaya politik yang pertama. Masyarakat atau individu yang bertipe budaya politik subjek telah memiliki peranan contohnya perhatian dan minat terhadap sistem politik yang berjalan diilayah tersebut. Hal ini juga dilihat atau diwujudkan dengan berbagai peran politik yang sesuai dengan kedudukannya masing-masing. Akan tetapi, peran politik yang dapat dilakukannya masih sangat dibatasi atau terbatas pada pelaksanaan kebijakan-kebijakan pemerintah yang mengatur masyarakat wilayah itu. Individu atau masyarakat hanya menerima aturan tersebut secara pasrah dan harus menjalankannya dengan baik. Tiap-tiap individu tidak tumbuh atau ada keinginan atau hasrat untuk menilai, menelaah atau bahkan mengkritisi setiap kebijakan yang dikeluarkan pemerintahnya. 

Dalam budaya politik subjek ini, individu atau masyarakat berkedudukan sebagai kaula yang berarti sebagai abdi/pengikut setia pemerintah/raja yang posisinya cenderung lebih pasif. Mereka menganggap bahwa dirinya tidak akan berdaya mempengaruhi atau merubah sistem politik yang ada. Oleh sebab itu mereka akan menyerah dan hanya dapat turut kepada semua kebijaksanaan dan keputusan para pemegang kekuasaan dalam masyarakatnya.

3. Budaya Politik Partisipan

Budaya politik partisipan merupakan tipe budaya politik yang paling baik atau dapat dikatakan budaya politik yang ideal. Dalam budaya politik partisipan ini, individu atau masyarakat telah memiliki perhatian, kesadaran, minat ikut serta dalam peranan politik dalam artian yang sangat luas. Orang yang menganut budaya politik ini akan mampu memainkan peran politik baik dalam proses input atau yang berupa pemberian tuntutan dan dukungan terhadap sistem politik yang ada maupun dalam proses output atau juga pelaksana, penilai, dan pengkritisi setiap kebijaksaanan dan keputusan politik pemerintah. 

4. Budaya Politik Campuran

  • Budaya politik subjek-parokial : Dalam budaya politik ini sebagian besar penduduk menolak tuntutan-tuntutan masyarakat kesukuan atau diartikan feodal, dan telah mengembangkan kesetian kuat terhadap sistem politik yang lebih kompleks dengan struktur-struktur pemerintahan pusat yang bersifat khusus.
  • Budaya politik subjek-partisipan : Dalam budaya politik ini, sebagian besar penduduk telah memperoleh orientasi-orientasi input yang bersifat khusus dan serangkaian orientasi pribadi sebagai seorang aktifis politik yang menjalankan tugas pemerintahan. Sementara, sebagian penduduk yang lainnya terus berorientasi ke arah struktur pemerintah yang otoriter dan secara relatif memiliki serangkaian orientasi pribadi yang amat pasif. 
  • Budaya politik parokial-partisipan : Budaya politik seperti ini berlaku di negara-negara berkembang yang pada umumnya masyarakat negara tersebut lebih berbudaya politik parokial, tetapi norma-norma dalam struktur pemerintahan yang diperkenalkan kepada masyarakat biasanya hanya bersifat partisipan.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »